Kemajemukan di Indonesia dari Pendekatan Konflik

             Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari bermacam suku bangsa, budaya, ras dan agama. Disebut juga masyarakat majemuk atau multikultur. Kondisi masyarakat seperti ini jika berjalan serasi dan harmonis akan menciptakan suatu keadaan sosial. Jika tidak, terjadilah konflik sosial karena adanya ketidaktahuan atau kesalahpahaman dari suatu informasi yang ada di lingkungan sosial tersebut. Pengaruh kemajemukan masyarakat yang perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan konflik sosial yang salah satunya adalah sikap stereotip yang sifatnya negatif terhadap suatu etnik. Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnisitas maupun budaya serta agama dan kepercayaannya. Kemajemukan juga menjangkau pada tingkat kesejahteraan ekonomi, pandangan politik serta kewilayahan, yang semua itu sesungguhnya memiliki arti dan peran strategis bagi masyarakat Indonesia. Jika dilakukan dengan baik, maka kemajemukan tersebut bisa memberikan dampak positif bagi kemajuan dan perkembangan Bangsa Indonesia. Sebaliknya, jika kemajemukan tersebut tidak dikelola dengan baik akan memberikan kesalahpahaman atas sumber informasi yang tidak terpercaya yan diterima oleh suatu masyarakat atau etnis tertentu sehingga ada anggapan - anggapan negatif antara tiap individu maupun kelompok masyarakat.
            Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar dan lebih dari 13.000 pulau kecil sehingga hal tersebut menyebabkan penduduk yang menempati satu pulau atau sebagian dari satu pulau tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa, dimana setiap suku bangsa memandang dirinya sebagai suku jenis tersendiri. Maka dari itu Indonesia memiliki banyak suku bangsa ataupun suatu ras. Menurut Hildred Geertz di Indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa, dimana masing-masing memiliki bahasa dan identitas kebudayaan yang berbeda. Dalam kemajemukan agama di Indonesia secara umum agama yang berkembang di Indonesia adalah Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Budha. Selain itu terdapat agama-agama lain seperti Kong Hu Chu, Kaharingan di Kalimantan, Sunda Kawitan (suku Baduy) serta aliran kepercayaan. Dalam hal inilah terjadi perbedaan sudut pandang maupun penerimaan informasi yang berbeda – beda. Dengan perbedaan sudut pandang antar etnis atau suatu suku ini, bisa kita lihat bahwa banyak celah celah yang dapat menimbulkan sisi negatif maupun sisi positif dari tiap golongan tersebut. Sisi negatif tersebut tentunya bisa mendatangkan suatu konflik dalam golongan itu sendiri maupun golongan lain yang dikarenakan adanya suatu pemikiran – pemmikiran yang tidak sejalan dengan adat ataupun budaya mereka. Sisi nnegatif itu antara lain :
a.   Fanatisme
Suatu perilaku yang mempengaruhi diri mereka karena mereka merasa hal itu merupakan hal yang benar bagi mereka sehingga adanya kepatuhan yang sangat dalam kepada ketua mereka maupun ajaran – ajaran yang sudah ada sejak dulu yang diterapkan turun menurun bagi mereka sehingga adanya penolakan suatu aturan baru yang baru terdengar di telinga mereka sehingga masih kurang dipercayai oleh mereka.
b.   Sudut Pandang
Interaksi sosial dalam masyarakat majemuk sering diwarnai dengan pandangan pada suatu etnis terhadap kelompok etnis lain. Cara pandang ini diterapkan tanpa pandang bulu terhadap semua anggota kelompok etnis yang dianggap mereka, tanpa memperhatikan adanya perbedaan yang bersifat individual. Pandangan ini disalah tafsirkan dengan menguniversalkan beberapa ciri khusus dari beberapa anggota kelompok etnis kepada ciri khusus seluruh anggota etnis. Sehingga adanya keharusan bagi etnis lain untuk menerima sifat yang mereka bawa.
Ciri utama masyarakat majemuk menurut Furnifall (1940) adalah kehidupan masyarakatnya berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka (secara essensi) terpisahkan oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial yang melekat pada diri mereka masing-masing serta tidak tergabungnya mereka dalam satu unit politik tertentu. Karena terdapat perbedaan dalam pengenalan dan cara memandang kehidupan ini, sistem nilai yang tidak sama, dan agama yang dianut masing-masing juga berlainan. Perbedaan di dalam dirinya melekat sehingga adanya keinginan untuk menentang yang menghasilkan sebuah potensi pertentangan yang bisa menimbulkan konflik. Konflik tersebut tidak akan terbuka jika tidak adanya suatu permasalahan yang dipertentangkan. persoalan itu nampaknya faktor ekonomi dan politik sangat berpengaruh dalam mendorong terjadinya konflik yang tadinya tersembunyi menjadi terbuka.

Penyebab konflik sosial
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Secara umum faktor penyebab konflik meliputi :
a.   Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
b.   Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c.    Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
d.   Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan pada bentuk kebiasaan di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

Dari penjelasan diatas, konflik pada masyarakat majemuk Indonesia ditemukan sifat yang sangat majemuk. Tidak hanya sekedar antara ras, agama, maupun etnis, tetapi adanya keinginan dalama penguasaan dan kepemilikan atas suatu kontrol ataupun sumber daya yang dapat menopang ekonomi mereka. Ada ras, etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan kontrolnya pada sumber-sumber daya ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang lainnya sangat kurang. Contohnya seperti Di Kalimantan Barat dan Tengah para perantau Madura yang beragama Islam setahap demi setahap bisa menguasai jaringan produksi dan distribusi ekonomi. Termasuk dalam kasus ini adalah orang-orang Cina yang sebagian besar beragama non-Islam yang menguasai sebagian besar sarana dan aset produksi serta jaringan distribusi di kota-kota besar dan menengah Indonesia. Indonesia memiliki banyak konflik yang berkaitan tentang masalah agama. Masalah ini banyak kita temui di di sebuah tempat kaum minoritas yang berada di tempat kaum mayoritas. seperti halnya yang terjadi di kota Ambon. Ambon memiliki sejarah panjang dengan masalah pertikaian agama, salah satunya adalah Peristiwa pada tanggal 15 Juni 1995 tentang desa berpenduduk Islam, Kelang Asaude (Pulau Manipa), diserang warga Kristen Desa Tomalahu Timur, pada waktu Shubuh. Penyerangan dikoordinasikan oleh empat orang yang nama-namanya dicatat oleh MUI. Waktu demi waktu akhirnya masalah pun reda dan warga ambon kembali tentram, tapi masih ada masalah masalah seperti ini yang ada didalam pemikiran mereka sehingga masalah seperti ini tidak hilang begitu saja.

Penulis berpendapat bahwa kemajemukan merupakan hal yang tak akan lepas dari Indonesia. Kemajemukan yang masih dimiliki hingga hari ini tak hanya menjadi warisan yang mampu dibanggakan, namun juga perlu di kontrol secara pintar oleh pemerintah agar tidak terjadi konflik diantara kepentingan yang berbenturan. Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masih menjadi solusi utama untuk menyatukan berbagai perbedaan yang ada, karena jika diingat Indonesia lahir untuk mencapai tujuan-tujuan nasional yang dicita-citanya.




Daftar Pustaka
·        Kemajemukan Masyarakat Indonesia. “Kemajemukan Masyarakat Indonesia”. (Online). (https://krizi.wordpress.com/tag/kemajemukan-masyarakat-indonesia/, diakses 1 Desember 2015).

·        Kronologis Kerusuhan Ambon. “Kronologis Kerusuhan Ambon”. (Online). (http://kronologis-kerusuhan-ambon.blogspot.co.id/, diakses 2 Desember 2015).

Komentar

Postingan Populer